9 Cara Optimalisasi Impementasi Kurikulum
Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka optimalisasi implementasi Kurikulum 2004 adalah mengembangkan program akselerasi, meningkatkan prestasi belajar, mengimplementasikan kurikulum melalui budaya, mendayagunakan lingkungan, melibatkan masyarakat, menghemat
biaya pendidikan, mengembangkan kewirausahaan, mengefektifkan penghargaan dan hadiah, serta membangun tim (Mulyasa, 2005: 187).
Menurut Mulyasa (2005 : 187), Implementasi kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, dan didukung Undang-Undang Sisdiknas 2003, memberikan kesempatan kepada sekolah dan daerah untuk mengembangkan program-program unggulan sesuai dengan karakteristik sekolah dan daeraah
masing-masing. Disamping itu sekolah dapat mengembangkan program akselerasi (percepatan) untuk melayani dan mengakomodasi peserta didik yang cepat belajar atau memiliki kemampuan di atas rata-rata (Mulyasa, 2005: 178).
Program akselerasi memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melalui masa belajar di sekolah dengan waktu yang relatif cepat. Peserta didik dapat menempuh masa belajar di sekolah dasar sekitar lima tahun, di sekolah menengah pertama dua tahun dan sebagainya (Mulyasa, 2005:18). Untuk mengembangkan program akselerasi perlu dilakukan berbagai persiapan, seperti penyempurnaan administrasi dan pengayaan program,
mengembangkan iklim dan kultur pendidikan, mengembangkan program bilingual, dan bahkan mengembangkan spiritualisasi mata pelajaran, agar setiap pembelajaran yang dilaksanakan mengandung unsur spiritual. Lebih lanjut dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
1) Pengembangan kultur dan iklim pendidikan perlu dilakukan dengan membudayakan silaturrahim;
2) Program bilingual dapat dilakukan dengan memberikan penguasaan bahasa asing kepada siswa;
3) Pengembangan sspiritualisasi dengan membuat setiap mata pelajaran memiliki nilai-nilai agamis;
4) Sekolah juga menyusun kalender pendidikan;
5) Digalakkan bimbingan dan konseling;
6) Mengaturn jadwal pelajaran.
Belajar pada hakekatnya usaha sadar yang dilakukan oleh peserta pendidik kepada peserta didik untuk mencapai kedewasaan (Ki Hajar Dewantoro, 1987: 15). Setiap belajar yang dilakukan peserta didik akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam dirinya yang oleh Bloom dkk.
Leslie (1980 : 204), mengungkapkan bahwa: School public relations process of communication between the school and community for purpose for increasing citizen understanding of educational needs and practice and encouraging intelligent citizen interest and cooperation in the work of improving the school. Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan suatu proses komunikasi untuk meningkatkan pengertian warga masyarakat tentang kebutuhan dan praktek, serta mendorong minat dan kerja sama dalam usaha memperbaiki sekolah, karena komunikasi itu merupakan lintasan dua arah, yaitu dari arah sekolah ke masyarakat dan sebaliknya.
Beberapa pendekatan yang dapat digunakan sekolah untuk menggalang partisipasi masyarakat, adalah:
1) Melibatkan masyarakat dalam berbagai program dan kegiatan di sekolah.
2) Mengidentifikasi tokoh masyarakat, yaitu orang-orang yang mampu mempengaruhi masyarakat pada umumnya.
3) Melibatkan tokoh masyarakat dalam berbagai program dan kegiatan.
4) Memilih waktu yang tepat untuk melibatkan masyarakat sesuai dengan kondisi dan situasi yang berkembang.
Dekdikbud (2000: 47), mengemukakan bahwa sekolah dapat :
1) Melaksanakan program-program kemasyarakatan, misalnya kebersihan lingkungan.
2) Mengadakan open house yang memberi kesempatan masyarakat untuk mengetahui program-program sekolah.
3) Mengadakan buletin sekolah.
4) Mengundang tokoh masyarakat untuk menjadi pembicara.
5) Membuat program kerja sekolah dan masyarakat.
Pendidikan yang murah dan berkualitas merupakan salah satu tuntutan reformasi yang harus diwujudkan dalam bidang pendidikan. Namun demikian pendidikan yang berkualitas akan senantiasa membutuhkan biaya cukup banyak. Dengan demikian permasalahannya bagaimana kita dapat menghemat biaya pendidikan di sekolah, agar dengan biaya yang ada dapat melaksanakan kegiatan pendidikan yang berkualitas secara optimal serta dapat meningkatkan kwalitas pembelajarannya. Hal ini
perlu dilakukan sejalan dengan kondisi krisis yang sudah berjalan tujuh tahun, sehingga masalah biaya seringkali terjadi pengurangan meskipun pemerintah sudah memprogramkan biaya pendidikan 20% dari APBN (Mulyasa, 2006 : 2011).
Pada saat dewasa ini banyak sekolah swasta yang maju dan kualitasnya lebih baik dibanding sekolah negeri, karena tidak terikat oleh alokasi dana dari pemerintah. Hal tersebut menantang sekolah negeri untuk mampu mandiri seperti sekolah swasta. Oleh karena itu kepada sekolah harus memahami prinsip kewirausahaan, kemudian menerapkan dalam mengelola sekolah. Menurut Hisrich dan Peters (1992: 134), berbicara wira usaha tidak lepas resiko atau dari perilaku yang mencakup pengambilan inisiatif, mengorganisasi dan mereorganisasi mekanisme sosial dan ekonomi terhadap sumber dan situasi ke dalam praktek, dan penerimaan resiko atau kegagalan.
Para ahli ekonomi mengemukakan bahwa wirausaha adalah orang yang dapat meningkatkan nilai tambah terhadap sumber, tenaga kerja, alat, bahan, dan aset lain dan orang yang memperkenalkan perubahan, inovasi, dan cara-cara baru (Mulyasa, 2006: 213). Berwirausaha di sekolah berarti memadukan kepribadian, peluang, keuangan, dan sumber daya yang ada di lingkungan sekolah guna mengambil keuntungan. Kepribadian ini mencakup pengetahuan ketrampilan sikap dan prilaku.
Steinhoff (1993) dalam bukunya Mulyasa “Implementasi Kurikulum 2004”, dapat mengidentifikasi karakteristik kepribadian wirausaha sebagai berikut :
1) Memiliki kepercayaan diri (self confidence)
2) Memiliki kreatifitas diri ( self creativity)
3) Memiliki pikiran positif (positif thinking)
4) Memiliki orientasi pada hasil (output oriented)
5) Memiliki keberanian untuk mengambil resiko
6) Memiliki jiwa pemimpin
7) Memiliki pikiran orisinal
8) Memiliki orientasi ke depan
9) Suka pada tantangan.
Jika dikaitkan dengan sekolah maka kepala sekolah harus bisa menafsirkan berbagai kebijakan dari pemerintah sebagai kebijakan umum, sedangkan operasionalisasi kebijakan kiat-kiat kewirausahaan.
Menurut Mulyasa (2006: 215), penghargaan adalah suatu hadiah dan bentuk ucapan terima kasih yang dirasakan sebagai pujian oleh orang yang menerimanya. Sedangkan hadiah adalah suatu penghargaan yang dibandingkan dengan nilai oleh orang yang menerimanya. Pada umumnya hadiah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu hadiah intrinsik dan hadiah ekstrinsik. Hadiah intrinsik adalah perasaan internal yang diperoleh berdasarkan pemenuhan nilai-nilai pribadi dari suatu pekerjaan yang baik, sedangkan hadiah ekstrinsik adalah suatu penghargaan yang diberikan dalam bentuk potongan harga, bonus dan sebagainya (Mulyasa, 2006 : 217).
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemberian penghargaan adalah :
1) Penggunaan penghargaan dan hadiah harus disesuaikan dengan tingkatan karier dan kebutuhan para pegawai;
2) Penghargaan dan hadiah harus dilakukan secara tepat;
3) Perlu diperhatikan bahwa tidak semua penghargaan dan hadiah yang digunakan akan memberikan pengaruh yang sama terhadap seluruh pegawai;
4) Jenis-jenis penghargaan yang dapat digunakan antara lain, kata-kata, kunjungan pemimpin, memo, sertifikat, sapaan. Sedangkan jenis hadiah antara lain, penggunaan mobil dinas, foto tim pegawai, topi baju, pensil buku agenda, cangkir kopi dan lain-lain (Mulyasa, 2006 :216). Strategi penghargaan dan hadiah memiliki kontribusi penting dalam mencapai tujuan perusahaan, jika :
1) Menyediakan hadiah untuk pertumbuhan dan peningkatan prestasi
2) Mendukung nilai-nilai organisasi
3) Menyesuaikan kebudayaan dan daya manajemen organisasi
4) Mendorong dan mendukung tingkah laku yang diinginkan
5) Menyediakan daya saing yang dibutuhkan
6) Mendorong organisasi untuk memperoleh nilai dari hadiah
(Mulyasa,2006 : 217).
Membangun tim bertujuan untuk mendidik seluruh tenaga kependidikan di sekolah pada seluruh tingkatan pekerjaan dengan teknik kepemimpinan kepala sekolah yang efektif. Kepemimpinan efektif merupakan komponen penting untuk menyukseskan implementasi kurikulum 2004. Dalam hal ini dorongan diarahkan oleh visi, misi dan nilainilai, serta tindakan yang memungkinkan untuk mencapai tujuan yang tertera dalam kurikulum. Sejalan dengan konsep total quality management (TQM), kepemimpinan kepala sekolah harus melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap kemajuan pendidikan dan pembelajaran di sekolah, serta membuat penyesuaian-penyesuaian jika diperlukan untuk mendorong sekolah dalam mencapai tujuan serta mewujudkan visi dan misinya (
Mulyasa, 2006 : 219).
Kepemimpinan kepala sekolah sangat menentukan berhasil dan tidaknya tujuan pendidikan, hal itu merupakan bagian yang penting dalam implementasi kurikulum yang turut menentukan gagal dan berhasilnya pembelajaran di sekolah. Kepemimpinan kepala seko alah memiliki hubungan langsung dengan efektifitas setiap tenaga kependidikan di sekolah. Dalam hal ini setiap tenaga kependidikan harus merasa memiliki kewenangan untuk menjadi pemimpin dalam posisinya. Oleh karena itu, setiap tenaga kependidikan dalam suatu sekolah harus memiliki ketrampilan kepemimpinan sesuai dengan posisinya masing-masing (Mulyasa, 2006: 219).
biaya pendidikan, mengembangkan kewirausahaan, mengefektifkan penghargaan dan hadiah, serta membangun tim (Mulyasa, 2005: 187).
1. Mengembangkan Program Akselerasi
Menurut Mulyasa (2005 : 187), Implementasi kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, dan didukung Undang-Undang Sisdiknas 2003, memberikan kesempatan kepada sekolah dan daerah untuk mengembangkan program-program unggulan sesuai dengan karakteristik sekolah dan daeraah
masing-masing. Disamping itu sekolah dapat mengembangkan program akselerasi (percepatan) untuk melayani dan mengakomodasi peserta didik yang cepat belajar atau memiliki kemampuan di atas rata-rata (Mulyasa, 2005: 178).
Program akselerasi memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melalui masa belajar di sekolah dengan waktu yang relatif cepat. Peserta didik dapat menempuh masa belajar di sekolah dasar sekitar lima tahun, di sekolah menengah pertama dua tahun dan sebagainya (Mulyasa, 2005:18). Untuk mengembangkan program akselerasi perlu dilakukan berbagai persiapan, seperti penyempurnaan administrasi dan pengayaan program,
mengembangkan iklim dan kultur pendidikan, mengembangkan program bilingual, dan bahkan mengembangkan spiritualisasi mata pelajaran, agar setiap pembelajaran yang dilaksanakan mengandung unsur spiritual. Lebih lanjut dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
1) Pengembangan kultur dan iklim pendidikan perlu dilakukan dengan membudayakan silaturrahim;
2) Program bilingual dapat dilakukan dengan memberikan penguasaan bahasa asing kepada siswa;
3) Pengembangan sspiritualisasi dengan membuat setiap mata pelajaran memiliki nilai-nilai agamis;
4) Sekolah juga menyusun kalender pendidikan;
5) Digalakkan bimbingan dan konseling;
6) Mengaturn jadwal pelajaran.
2. Meningkatkan prestasi belajar
Belajar pada hakekatnya usaha sadar yang dilakukan oleh peserta pendidik kepada peserta didik untuk mencapai kedewasaan (Ki Hajar Dewantoro, 1987: 15). Setiap belajar yang dilakukan peserta didik akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam dirinya yang oleh Bloom dkk.
dikelompokkan dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotor.
Perubahan prilaku sebagai hasil belajar mempunyai ciri-ciri tertentu
seperti pendapatnya Makmun (1999: 78),
1) Perubahan bersifat intensional;
2) Perubahan bersifat positif;
3) Perubahan bersifat efektif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu :
1) Bahan atau materi yang dipelajari;
2) Lingkungan;
3) Faktor instrumental;
4) Kondisi peserta didik.
Usaha-usaha peningkatan prestasi belajar seperti yang dikemukakan oleh
Mulyasa (2005 : 119), antara lain sebagai berikut:
1) Faktor minat;
2) Faktor ketekunan;
3) Tekat untuk sukses
4) Cita-cita tinggi yang mendukung setiap usaha dan kegiatannya.
Menurut Nurkholis (2005: 200), budaya adalah asumsi-asumsi dasar dan keyakinan-keyakinan di antara para anggota kelompok atau organisasi. Fungsi utama budaya untuk memahami lingkungan dan menentukan bagaimana orang-orang dalam organisasi merespon sesuatu menghadapi ketidakpastian dan kebingungan. Budaya adalah pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berfikir, perilaku, sikap nilai-nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak.
Faktor manusia dan sumber daya bagi implementasi kurikulum sangat penting, Seperti yang dikemukakan oleh Mulyasa (2006: 199), tujuan, strategi fungsional, dan faktor-faktor manusia sangat penting diperhatikan dalam implementasi kurikulum 2004. Walaupun para ahli telah
menekankan, namun tidak satupun yang melakukannya lebih populer serta lebih memperhatikan pentingnya faktor manusia dan sistem sosial. Budaya sekolah merefleksikan nilai-nilai dominan, norma-norma dari keyakinan semua orang yang terlibat di sekolah baik peserta didik, guru, kepala sekolah maupun tenaga kependidikan lain. Budaya sekolah nampak sebagai gaya sebuah sekolah dalam memperhatikan integritas struktur sosialnya sebagaimana organisasi sosial dan sebagai sebuah pola kepribadian individu. Pada umumnya pandangan ini merupakan konsep budaya sebagai sistem sosial yang membawa pesan dengan memberikan makna terhadap pengalaman anggotanya. (Mulyasa, 2006:109).
Budaya sekolah akan baik apabila : (1) Kepala sekoalah dapat berperan sebagai model, (2) Mampu membangun tim kerja sama, (3) belajar dari guru, staf dan siswa, (4) harus memahami kebiasaan yang baik untuk terus dikembangkan (Nurkholis, 2005 : 2004).
Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa terdapat sekitar delapan macam paling dipercaya dan banyak digunakan oleh sekolah dalam menyukseskan implementasi kurikulum dan perobahan sekolah.
1) Sebuah bias untuk tindakan. Sekolah menganalisis perbuatan keputusan untuk melakukan perubahan, tetapi mereka bias dalam melakukan percobaan ide-ide
2) Terbuka pada masyarakat. Sekolah bekerja dan mendengarkan masyarakat sekitarnya untuk meningkatkan kwalitas, layanan, dan rehabilitas.
Perubahan prilaku sebagai hasil belajar mempunyai ciri-ciri tertentu
seperti pendapatnya Makmun (1999: 78),
1) Perubahan bersifat intensional;
2) Perubahan bersifat positif;
3) Perubahan bersifat efektif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu :
1) Bahan atau materi yang dipelajari;
2) Lingkungan;
3) Faktor instrumental;
4) Kondisi peserta didik.
Usaha-usaha peningkatan prestasi belajar seperti yang dikemukakan oleh
Mulyasa (2005 : 119), antara lain sebagai berikut:
1) Faktor minat;
2) Faktor ketekunan;
3) Tekat untuk sukses
4) Cita-cita tinggi yang mendukung setiap usaha dan kegiatannya.
3. Mengimplementasikan kurikulum melalui budaya
Menurut Nurkholis (2005: 200), budaya adalah asumsi-asumsi dasar dan keyakinan-keyakinan di antara para anggota kelompok atau organisasi. Fungsi utama budaya untuk memahami lingkungan dan menentukan bagaimana orang-orang dalam organisasi merespon sesuatu menghadapi ketidakpastian dan kebingungan. Budaya adalah pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berfikir, perilaku, sikap nilai-nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak.
Faktor manusia dan sumber daya bagi implementasi kurikulum sangat penting, Seperti yang dikemukakan oleh Mulyasa (2006: 199), tujuan, strategi fungsional, dan faktor-faktor manusia sangat penting diperhatikan dalam implementasi kurikulum 2004. Walaupun para ahli telah
menekankan, namun tidak satupun yang melakukannya lebih populer serta lebih memperhatikan pentingnya faktor manusia dan sistem sosial. Budaya sekolah merefleksikan nilai-nilai dominan, norma-norma dari keyakinan semua orang yang terlibat di sekolah baik peserta didik, guru, kepala sekolah maupun tenaga kependidikan lain. Budaya sekolah nampak sebagai gaya sebuah sekolah dalam memperhatikan integritas struktur sosialnya sebagaimana organisasi sosial dan sebagai sebuah pola kepribadian individu. Pada umumnya pandangan ini merupakan konsep budaya sebagai sistem sosial yang membawa pesan dengan memberikan makna terhadap pengalaman anggotanya. (Mulyasa, 2006:109).
Budaya sekolah akan baik apabila : (1) Kepala sekoalah dapat berperan sebagai model, (2) Mampu membangun tim kerja sama, (3) belajar dari guru, staf dan siswa, (4) harus memahami kebiasaan yang baik untuk terus dikembangkan (Nurkholis, 2005 : 2004).
Hasil penelitian para ahli menunjukkan bahwa terdapat sekitar delapan macam paling dipercaya dan banyak digunakan oleh sekolah dalam menyukseskan implementasi kurikulum dan perobahan sekolah.
1) Sebuah bias untuk tindakan. Sekolah menganalisis perbuatan keputusan untuk melakukan perubahan, tetapi mereka bias dalam melakukan percobaan ide-ide
2) Terbuka pada masyarakat. Sekolah bekerja dan mendengarkan masyarakat sekitarnya untuk meningkatkan kwalitas, layanan, dan rehabilitas.
3) Otonomi dan kewirausahaan.
4) Produktivitas orang-orang
5) Pendekatan nilai
6) Penekanan pada kepentingan
7) Bentuk sederhana pegawai
8) Kehilangan simultan dan kepribadian terikat.
Pendayagunaan lingkungan merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik melalui pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar.
Menurut Mulyasa (2006 : 204), pendekatan lingkungan berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian peserta didik bila apa yang dipelajari diangkat dari lingkungannya, sehingga apa yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan dan berfaedah bagi lingkungannya.
5) Pendekatan nilai
6) Penekanan pada kepentingan
7) Bentuk sederhana pegawai
8) Kehilangan simultan dan kepribadian terikat.
4. Mendayagunakan Lingkungan
Pendayagunaan lingkungan merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik melalui pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Menurut Mulyasa (2006 : 204), pendekatan lingkungan berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian peserta didik bila apa yang dipelajari diangkat dari lingkungannya, sehingga apa yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan dan berfaedah bagi lingkungannya.
Dalam pendekatan lingkungan pembelajaran disusun sekitar hubungan dan faedahnya. Isi dan prosedur disusun hingga mempunyai makna dan ada hubungan antara peserta didik dengan lingkungannya. Konsep yang dikembangkan harus memberi jalan keluar bagi peserta didik dalam
menanggapi lingkungannya. Pengembangan kompetensi dasar seyogyanya ditentukan oleh kebutuhan lingkungan peserta didik. Misalnya di lingkungan petani, kompetensi yang berkaitan dengan pertanian akan memberikan makna yang lebih mendalam bagi para peserta didik. Demikian halnya lingkungan pantai kompetensi tentang kehidupan pantai akan sangat menarik minat dan perhatian peserta didik (Mulyasa, 2006: 2005).
Pembelajaran berdasarkan pendekatan lingkungan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1) Membawa peserta didik ke lingkungan untuk kepentingan pembelajaran.
2) Membawa sumber-sumber dari lingkungan ke sekolah untuk kepentingan pembelajaran. Sumber tersebut bisa sumber asli seperti nara sumber, tapi juga bisa sumber tiruan, seperti model, gambar, dan sebagainya. Jadi lingkungan itu sangat menentukan bagi keberhasilan pembelajaran anak didik, baik lingkungan tempat tinggal atau masyarakat.
Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pendidikan harus diwujudkan dalam tindakan nyata, terutama keikutsertaannya dalam memberikan gagasan, kritik membangun, dukungan dan pelaksanaan pendidikan. Menurut Mulyasa (2006:206), partisipasi masyarakat merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan, terutama keikutsertaanya dalam memberikan gagasan, kritik, dukungan dan pelaksanaan pendidikan.
Menurut Kuncoroningrat (1982: 63), menggolongkan partisipasi masyarakat ke dalam tipologinya, ialah partisipasi kuantitatif, dan partisipasi kualitatif. Partisipasi kuantitatif menunjuk pada frekuensi
keikutsertaan masyarakat terhadap implementasi kebijakan, sedangkan partisipasi kualitatif menunjukkan kepada tingkat dan derajatnya. Partisipasi masyarakat juga dapat dikelompokkan berdasarkan peran individu dalam kelompoknya.
menanggapi lingkungannya. Pengembangan kompetensi dasar seyogyanya ditentukan oleh kebutuhan lingkungan peserta didik. Misalnya di lingkungan petani, kompetensi yang berkaitan dengan pertanian akan memberikan makna yang lebih mendalam bagi para peserta didik. Demikian halnya lingkungan pantai kompetensi tentang kehidupan pantai akan sangat menarik minat dan perhatian peserta didik (Mulyasa, 2006: 2005).
Pembelajaran berdasarkan pendekatan lingkungan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1) Membawa peserta didik ke lingkungan untuk kepentingan pembelajaran.
2) Membawa sumber-sumber dari lingkungan ke sekolah untuk kepentingan pembelajaran. Sumber tersebut bisa sumber asli seperti nara sumber, tapi juga bisa sumber tiruan, seperti model, gambar, dan sebagainya. Jadi lingkungan itu sangat menentukan bagi keberhasilan pembelajaran anak didik, baik lingkungan tempat tinggal atau masyarakat.
5. Melibatkan masyarakat
Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pendidikan harus diwujudkan dalam tindakan nyata, terutama keikutsertaannya dalam memberikan gagasan, kritik membangun, dukungan dan pelaksanaan pendidikan. Menurut Mulyasa (2006:206), partisipasi masyarakat merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan, terutama keikutsertaanya dalam memberikan gagasan, kritik, dukungan dan pelaksanaan pendidikan.
Menurut Kuncoroningrat (1982: 63), menggolongkan partisipasi masyarakat ke dalam tipologinya, ialah partisipasi kuantitatif, dan partisipasi kualitatif. Partisipasi kuantitatif menunjuk pada frekuensi
keikutsertaan masyarakat terhadap implementasi kebijakan, sedangkan partisipasi kualitatif menunjukkan kepada tingkat dan derajatnya. Partisipasi masyarakat juga dapat dikelompokkan berdasarkan peran individu dalam kelompoknya.
Pertama partisipasi masyarakat dalam aktivitas bersama dalam proyek khusus, kedua partisipasi masyarakat sebagai anggota individu dalam aktivitas bersama pembangunan. Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan sosial, yaitu (1) adanya kesesuaian antara fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan kebutuhan masyarakat, (2) ketetapan sasaran dan taraf pendidikan yang ditangani oleh sekolah ditentukan oleh kejelasan perumusan bentuk antara sekolah dan masyarakat, dan (3) keberhasilan penunaian fungsi sekolah sebagai layanan pesanan masyarakat sangat dipengaruhi oleh ikatan obyektif antara sekolah dan masyarakat (Depdikbud, 1990: 5-10).
Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, maka persepsi dan pemahaman masyarakat akan pentingnya pendidikan menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini, terutama berangkat dari tumbuhnya kesadaran masayarakat akan pentingnya membekali anaknya dengan berbagai pengetahuan dan teknologi sebagai bekal menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Leslie (1980 : 204), mengungkapkan bahwa: School public relations process of communication between the school and community for purpose for increasing citizen understanding of educational needs and practice and encouraging intelligent citizen interest and cooperation in the work of improving the school. Hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan suatu proses komunikasi untuk meningkatkan pengertian warga masyarakat tentang kebutuhan dan praktek, serta mendorong minat dan kerja sama dalam usaha memperbaiki sekolah, karena komunikasi itu merupakan lintasan dua arah, yaitu dari arah sekolah ke masyarakat dan sebaliknya.
Beberapa pendekatan yang dapat digunakan sekolah untuk menggalang partisipasi masyarakat, adalah:
1) Melibatkan masyarakat dalam berbagai program dan kegiatan di sekolah.
2) Mengidentifikasi tokoh masyarakat, yaitu orang-orang yang mampu mempengaruhi masyarakat pada umumnya.
3) Melibatkan tokoh masyarakat dalam berbagai program dan kegiatan.
4) Memilih waktu yang tepat untuk melibatkan masyarakat sesuai dengan kondisi dan situasi yang berkembang.
Dekdikbud (2000: 47), mengemukakan bahwa sekolah dapat :
1) Melaksanakan program-program kemasyarakatan, misalnya kebersihan lingkungan.
2) Mengadakan open house yang memberi kesempatan masyarakat untuk mengetahui program-program sekolah.
3) Mengadakan buletin sekolah.
4) Mengundang tokoh masyarakat untuk menjadi pembicara.
5) Membuat program kerja sekolah dan masyarakat.
6. Menghemat biaya pendidikan
Pendidikan yang murah dan berkualitas merupakan salah satu tuntutan reformasi yang harus diwujudkan dalam bidang pendidikan. Namun demikian pendidikan yang berkualitas akan senantiasa membutuhkan biaya cukup banyak. Dengan demikian permasalahannya bagaimana kita dapat menghemat biaya pendidikan di sekolah, agar dengan biaya yang ada dapat melaksanakan kegiatan pendidikan yang berkualitas secara optimal serta dapat meningkatkan kwalitas pembelajarannya. Hal ini
perlu dilakukan sejalan dengan kondisi krisis yang sudah berjalan tujuh tahun, sehingga masalah biaya seringkali terjadi pengurangan meskipun pemerintah sudah memprogramkan biaya pendidikan 20% dari APBN (Mulyasa, 2006 : 2011).
7. Mengembangkan kewirausahaan
Pada saat dewasa ini banyak sekolah swasta yang maju dan kualitasnya lebih baik dibanding sekolah negeri, karena tidak terikat oleh alokasi dana dari pemerintah. Hal tersebut menantang sekolah negeri untuk mampu mandiri seperti sekolah swasta. Oleh karena itu kepada sekolah harus memahami prinsip kewirausahaan, kemudian menerapkan dalam mengelola sekolah. Menurut Hisrich dan Peters (1992: 134), berbicara wira usaha tidak lepas resiko atau dari perilaku yang mencakup pengambilan inisiatif, mengorganisasi dan mereorganisasi mekanisme sosial dan ekonomi terhadap sumber dan situasi ke dalam praktek, dan penerimaan resiko atau kegagalan.
Para ahli ekonomi mengemukakan bahwa wirausaha adalah orang yang dapat meningkatkan nilai tambah terhadap sumber, tenaga kerja, alat, bahan, dan aset lain dan orang yang memperkenalkan perubahan, inovasi, dan cara-cara baru (Mulyasa, 2006: 213). Berwirausaha di sekolah berarti memadukan kepribadian, peluang, keuangan, dan sumber daya yang ada di lingkungan sekolah guna mengambil keuntungan. Kepribadian ini mencakup pengetahuan ketrampilan sikap dan prilaku.
Steinhoff (1993) dalam bukunya Mulyasa “Implementasi Kurikulum 2004”, dapat mengidentifikasi karakteristik kepribadian wirausaha sebagai berikut :
1) Memiliki kepercayaan diri (self confidence)
2) Memiliki kreatifitas diri ( self creativity)
3) Memiliki pikiran positif (positif thinking)
4) Memiliki orientasi pada hasil (output oriented)
5) Memiliki keberanian untuk mengambil resiko
6) Memiliki jiwa pemimpin
7) Memiliki pikiran orisinal
8) Memiliki orientasi ke depan
9) Suka pada tantangan.
Jika dikaitkan dengan sekolah maka kepala sekolah harus bisa menafsirkan berbagai kebijakan dari pemerintah sebagai kebijakan umum, sedangkan operasionalisasi kebijakan kiat-kiat kewirausahaan.
8. Mengefektifkan penghargaan dan hadiah
Menurut Mulyasa (2006: 215), penghargaan adalah suatu hadiah dan bentuk ucapan terima kasih yang dirasakan sebagai pujian oleh orang yang menerimanya. Sedangkan hadiah adalah suatu penghargaan yang dibandingkan dengan nilai oleh orang yang menerimanya. Pada umumnya hadiah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu hadiah intrinsik dan hadiah ekstrinsik. Hadiah intrinsik adalah perasaan internal yang diperoleh berdasarkan pemenuhan nilai-nilai pribadi dari suatu pekerjaan yang baik, sedangkan hadiah ekstrinsik adalah suatu penghargaan yang diberikan dalam bentuk potongan harga, bonus dan sebagainya (Mulyasa, 2006 : 217).
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemberian penghargaan adalah :
1) Penggunaan penghargaan dan hadiah harus disesuaikan dengan tingkatan karier dan kebutuhan para pegawai;
2) Penghargaan dan hadiah harus dilakukan secara tepat;
3) Perlu diperhatikan bahwa tidak semua penghargaan dan hadiah yang digunakan akan memberikan pengaruh yang sama terhadap seluruh pegawai;
4) Jenis-jenis penghargaan yang dapat digunakan antara lain, kata-kata, kunjungan pemimpin, memo, sertifikat, sapaan. Sedangkan jenis hadiah antara lain, penggunaan mobil dinas, foto tim pegawai, topi baju, pensil buku agenda, cangkir kopi dan lain-lain (Mulyasa, 2006 :216). Strategi penghargaan dan hadiah memiliki kontribusi penting dalam mencapai tujuan perusahaan, jika :
1) Menyediakan hadiah untuk pertumbuhan dan peningkatan prestasi
2) Mendukung nilai-nilai organisasi
3) Menyesuaikan kebudayaan dan daya manajemen organisasi
4) Mendorong dan mendukung tingkah laku yang diinginkan
5) Menyediakan daya saing yang dibutuhkan
6) Mendorong organisasi untuk memperoleh nilai dari hadiah
(Mulyasa,2006 : 217).
9. Membangun tim
Membangun tim bertujuan untuk mendidik seluruh tenaga kependidikan di sekolah pada seluruh tingkatan pekerjaan dengan teknik kepemimpinan kepala sekolah yang efektif. Kepemimpinan efektif merupakan komponen penting untuk menyukseskan implementasi kurikulum 2004. Dalam hal ini dorongan diarahkan oleh visi, misi dan nilainilai, serta tindakan yang memungkinkan untuk mencapai tujuan yang tertera dalam kurikulum. Sejalan dengan konsep total quality management (TQM), kepemimpinan kepala sekolah harus melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap kemajuan pendidikan dan pembelajaran di sekolah, serta membuat penyesuaian-penyesuaian jika diperlukan untuk mendorong sekolah dalam mencapai tujuan serta mewujudkan visi dan misinya (
Mulyasa, 2006 : 219).
Kepemimpinan kepala sekolah sangat menentukan berhasil dan tidaknya tujuan pendidikan, hal itu merupakan bagian yang penting dalam implementasi kurikulum yang turut menentukan gagal dan berhasilnya pembelajaran di sekolah. Kepemimpinan kepala seko alah memiliki hubungan langsung dengan efektifitas setiap tenaga kependidikan di sekolah. Dalam hal ini setiap tenaga kependidikan harus merasa memiliki kewenangan untuk menjadi pemimpin dalam posisinya. Oleh karena itu, setiap tenaga kependidikan dalam suatu sekolah harus memiliki ketrampilan kepemimpinan sesuai dengan posisinya masing-masing (Mulyasa, 2006: 219).